Jumat, 08 Juli 2011

Teringat sebuah kisah tanpa sengaja



Bearawal saat beberapa waktu lalu di rumah sahabat saya mengadakan selamatan memperingati 1000 hari wafatnya sang nenek *Bidengaaaahhhhh.. double2…kata ustadzah Dhee.* paginya diadakan kataman, untuk sekalian kumpul-kumpul dengan sahabat, maka dari pada ngundang orang lain, lebih baik ngundang sahabat-sahabat kita sendiri yang notabene adalah santri pondok pesantren, bukan santri se.. udah jadie ustadz soalnya hehe.. kecuali saya tentunya, yang cuman macak santri, pakai takwo putih, peci putih, sarungan, mirip dah sama mereka, bedanya aura mereka aura surga, sedang aura saya ada aura nerakanya dikit hehehe….

Saat sedang berhenti sejenak, istirahat sekalian makan suguhan *hidangan* biar tuan rumah cepet dapet pahalanya.. KONTAN *alasan.., sangking ae keluwen* salah seorang kerabat sahabat saya , paklek atau paman, yang sedang duduk di sebelah saya beramah tamah *Takon-takon*

“Sampean omah e pundi?”
“Kulo Wonorejo.”
“Napane  kyai Khusnan”
“Tasik wetan e kedik”

*Boso kromo q ajur tenan*

Lalu beliau bercerita bahwa dulu sering sowan dateng Romo Kyai Khusnan, beliau banyak cerita tentang dawuh-dawuhe romo kyai, tapi ada satu cerita yang membuat kepala saya mengingat-ingat. Saat masih ngaji kepada Romo Kyai

“Kulo sering di ceritani kaleh Romo Kyai,…..”

***********************************************************

Salah seorang ustadz saya sering menceritakan sebuah kisah berulang kali dari mulai saya kecil sampai remaja.., sampai-sampai saya hafal ceritanya, tapi saya selalu antusias mendengarkannya.

Dulu, ada seorang santri yang belajar di sebuah pondok pesantren, tapi oleh sang Kyai tidak pernah di suruh belajar agama, kitab-kitab kuning layaknya santri-santri lainnya, sebut saja Fulan, fulan hanya di suruh oleh kyainya untuk merawat kuda dan membersihkan kandang, sampai bertahun-tahun lamanya, fulan melaksanakan perintah kyainya dengan ikhlas karena tawadhu’nya kepada sang kiai.

Suatu ketika saat BuNyai *Iistri Kyai* pergi ke kamar mandi, cincin emas beliaui jatuh kedalam jamban, tentu saja tak mungkin di ambil karena bentuk jamban jaman dulu berbeda dengan sekarang, kejadian itu membuat Bunyai sedih, tak ada seorang santripun yang mau mengambil, karena jijik dan Bau. fulan yang mengetahui hal itu, tanpa pikir panjang langsung pergi ke kamar mandi. Membongkar dan langsung masuk kedalam jamban yang penuh dengan kotoran manusia, dan mencari cincin Bunyai, kalau orang melihat mungkin fulan akan di sangka orang gila yang sedang mengaduk-aduk kotoran. Sampai akhirnya fulan menemukan cincin bunyai, lalu mencuci bersih dan menyerahkannya kepada bunyai, melihat betapa tawadhu’nya fulan, sang Kyai lalu memanggil si fulan, dan menyuruhnya pulang, fulanpun bingung, apakah dirinya punya salah

“Sekarang kamu pulang, bangun pondok pesantren” kata kyai

Fulanpun bingung, karena merasa belum belajar dan mendapatkan ilmu apapun

“Tapi saya belum belajar apapun”
“sudah, tidak usah belajar lagi, ilmumu sudah banyak, sekarang kamu pulang saja, mbangun pondok”

Akhirnya fulanpun pulang dengan restu dari kyainya, dan setelah itu fulan menjadi seorang kyai yag mengasuh sebuah pondok pesantren besar.

**********************************************************

Sebuah cerita yang sama,  yang mengingatkan saya kembali belasan tahun yang lalu, saat masih menjadi santri kalong di sebuah pondok yang di beri nama “Pondok Pesantren Roudhoul Bodho”  oleh Romo Kyai dan menjadi “Pondok pesantren Roudhotul Ihsan” saat Romo Kiai Telah Wafat,

Dua nasehat yang saya peroleh dari dua orang berbeda dari cerita yang sama

Ustadz saya: Ilmu adalah Milik Allah, Jangan pernah mencari ilmu karena ingin pinter, tapi carilah ilmu karena mengharap Ridho-NYA.

Paman teman saya: pintar itu gag penting, seng penting iku tawadhu. Nang gurune. Cek iso manfaat ilmune, Senajan titik pokok e iso manfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar